Jumat, 01 Desember 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI ANTIINFLAMASI AKADEMI THERESIANA SEMARANG

LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI
Mengetahui Daya Anti Inflamasi Obat Dexametason, Natrium Dikolfenak, Metilprednisolon, dan Kalium Diklofenak Secara Peroral Pada Hewan Uji Mencit Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Lar. Karagenin 1% Secara Intrapalantar
Di susun oleh :
1.      Sifa Hana Malinda                 Nim : 16.0614
2.      Wilis Rakhmadhanti              Nim : 16.0625
3.      Elly Suci Azizah                      Nim : 16.0634
4.      Sumiyati                                   Nim : 16.0642
5.      Nuning Setyarini                     Nim : 16.0650
Tanggal Praktikum   : 28 September 2017
Hari                            : Jumat
Dosen Pembimbing   :  Fef Rukminingsih, M.Sc., Apt
Paulina Maya Octasari, M.Sc.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2017

I.            TUJUAN
1.      Mahasiswa mampu memberi perlakuan terhadap hewan uji mencit jantan baik itu sebelum maupun sesudah praktikum.
2.      Mahasiswa mampu menghitung larutan stock dan volume pemberian baik itu larutan kontrol negative, larutan karagenin 1%, dan obat antiinflamasi( dexametaason, natrium diklofenak, metilprednisolon, kalium diklofenak) pada hewan uji mencit jantan.
3.      Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme larutan karagenin 1% dalam menimbulkan inflamasi.
4.      Mahasiswa mampu mengetahui efek yang ditimbulkan dari obat-obat antiinflamasi (dexametason, natrium diklofenak, metilprednisolon, kalium diklofenak) pada hewan uji mencit jantan galur swiss.
5.      Mahasiswa dapat menghitung prosentase daya antiinflamasi dari masing-masing obat (dexamethason, natrium diklofenak, metilprednisolon, kalum diklofenak).

II.            DASAR TEORI
      Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . Organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5- hidroksitritamin , lipid seperti prostagladin, peptida kecil, seperti bradikinin dan peptida besar seperti interleukin. Penemuan yang luas diantaranya mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting untuk satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang penting pada satu tipe inflamasi yang melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J.,2001).
      Penyebab-penyebab peradangan banyak dan bervariasi, dan penting untuk memahami bahwa peradangan dan infeksi tidak sinonim dengan demikian infeksi (adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. Peradangan dapat terjadi dengan mudah dalam keadaan yang benar-benar steril. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan (Price dan Wilson, 2005).
      Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek, 2001 ) :
Asam arakidonat , suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat
1.      Jalan siklo-oksigenase
Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan siklo – oksigenase. Telah diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat ada dimana – mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi.
  .               2. Jalan lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan.
      Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).
      Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 2005).
      Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Rukmono, 2000).
      Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yangdidahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir. Makin lambat aliran darah ,  maka sel darah putih akan menempel pada pembuluh darah akan semakin banyak.Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit,vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas kapiler, sebagai penyebab radang prostaglanding berpetensi kuat setelah bergabung kuat dengan mediator lainnya. . (Lumbanraja, 2009).
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu :
a)      Glukokortikoid (golongan steroidal) yaitu antiinflamasi steroid.
Anti inflamasi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. Contohnya golongan predinison.
b)      NSAIDs (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs ) juga dikenal dengan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid).
NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak lipoksigenase.(Tjay dan Raharja, 2007).
      Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya, NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk myeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relative sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (T.H. Tjay dan K. Rahardja, 2002).
      Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol dan prednisone menghambat pengaktifan fosfolipase A2 dengan menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat steroid juga mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih sedikit. Keadaan ini mengurangi komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan steroid  dalam jangka panjang lebih rentang terkena infeksi (Chang dan Daly, 2009).

III.            ALAT DAN BAHAN
Alat     :
1. Jangka Sorong
2. Spuit inj 1 ml
3. Spuit tanpa jarum
4. Jarum oral
5. Bekerglass
6. Timbangan analitik digital
7.Aquarium
    Bahan :       
  1. Larutan CMC Na. 0,5%
                    2. Larutan Karagenin 1%
                    3. Larutan Deksametason dalam CMC Na. 0,5%
                    4. Larutan Natriun diklofenak dalam CMC Na. 0,5%
                    5. Larutan Metilprednisolon dalam CMC Na. 0,5%
                    6. Larutan Kalium diklofenak dalam CMC Na. 0,5%
                    7. Hewan uji mencit jantan galur swiss yang sudah dipuasakan.

IV.            CARA KERJA
A.    Pembuatan Larutan Kontrol Negatif CMC Na

Ditimbang CMC Na dimasukkan ke dalam mortir.
 


Diukur aquadest panas, dimasukkan kedalam CMC Na, dikembangkan, diaduk hingga homogen.

Dimasukkan kedalam labu takar ad-kan dengan aquadest sampai batas.

B.     Pembuatan Larutan Stock Deksametason, Na. Diklofenak, Metilprednisolon, K. Diklofenak

Dikembangkan CMC Na. didalam mortir, diaduk, hingga homogen.

   Ditimbang serbuk Dexamethason, Na. Diklofenak, Metilprednisolon, K. Diklofenak, dimasukkan mortir, digerus halus, diaduk hingga homogen.

Hasilnya dimasukkan bekerglass sampai 50 ml.

C.     Pemberian Perlakuan Pada Hewan Uji Mencit Jantan.

Dipuasakan mencit jantan 8 jam sebelum praktikum tetapi tetap diberi minum ad libitum.

Ditimbang masing-masing mencit, dan ditandai pada ekornya.

Diukur diameter kaki kiri mencit  dengan menggunakan jangka sorong, dan dicatat berapa besar diameter kaki tersebut.
 


Diinjeksi secara intraplantar dengan Lar. Karagenin 1% pada kaki kiri tersebut.

Diukur diameter kaki kiri tersebut pada menit 30.

Diberikan segera masing-masing mencit dengan larutan obat:
a.       Mencit I (kontrol) : disuntik dengan CMC Na 0,5% secara peroral.
b.      Mencit II   : pemberian dengan Dexamethason secara peroral.
c.       Mencit III : pemberian dengan Na. Diklofenak secara peroral.
d.      Mencit IV : pemberian dengan Metillprednisolon secara peroral.
e.       Mencit V : pemberian dengan K. Diklofenak secara peroral.

Diukur kembali diameter kaki kiri mencit tersebut dengam menggunakan jangka sorong pada menit ke 15, 30, 45

Ditentukan % daya antiinflamasi.

V.            HASIL DAN PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
DOSIS
·         Dexamethason : 0,75 mg – 9 mg sehari dalam dosis terbagi setiap 6 – 12 jam ( DIH ed 18 hal 482 )
Dosis 1x  manusia 70 kg               = 0,1875 mg –4,5 mg
Dosis 1x mencit 20 g                    = 0,0026 x ( 0,1875mg – 4,5 mg )
 = 0,00049 mg –    0,0117 mg
Dosis tengah                                 =
=  0,0061 mg
Konsentrasi larutan Dexamethason
Berat badan mencit minimal 20 g
                  D                  BB       =          Vp                C
            =        0,5                C
                              C                     =          0,0122 mg/ml
Berat badan mencit maximal 40 g
D                  BB       =          Vp                C
            =        0,5                C
                              C                     =          0,0244 mg/ml
                  Range konsentrasi = 0,0122mg/ml – 0,0244 mg/ml
Konsentrasi yang dipakai 0,02 mg/ml
Perhitungan bahan :
1.      Dexamethason tab @ 0,5mg = ( 0,02mg/ml x 50 ml ) : 0,5mg
= 2 tablet
2.      CMC Na                                = 0,5 % x 50 ml =  0,25 g
3.      Aquadest  ad                          = 50 ml

·         Metilprednisolon : 2 – 60 mg/hari, 1-4 x sehari ( DIH edisi 18, hal 1112 )
Dosis 1x manusia 70 kg                = 0,5 mg - 60 mg
Dosis 1x mencit 20 g                    = 0,0026 x ( 0,5 mg – 60 mg )
                                                       = 0,0013 mg – 0,156 mg
Dosis tengah                                 =
= 0,07865 mg
Konsentrasi larutan Metilprednisolon
Berat badan mencit minimal 20 g, maksimal 40 g
                  D                  BB       =          Vp                C
          =        0,5                C
                              C                     =          0,1573 mg/ml
Berat badan mencit  maksimal 40 g

D                  BB       =          Vp                C
          =        0,5                C
                              C                     =          0,3146 mg/ml             
Range konsentrasi = 0,1573 mg/ml – 0,3146 mg/ml
Konsentrasi yang dipakai 0,3 mg/ml
Perhitungan bahan :
1.      Metilprednisolon  tab @ 4 mg = ( 0,3 mg/ml x 50 ml ) : 4 mg
 =  3,75 tablet
2.      CMC Na                                  = 0,5 % x 50 ml =  0,25 g
3.      Aquadest  ad                           = 50 ml

·         Natrium / Kalium Diklofenak : 150 - 200 mg/hari, dalam 3 -4 kali dosis terbagi         ( DIH edisi 18, hal 498 )
Dosis 1x manusia 70 kg                = 37,5 mg – 66,6667 mg
Dosis 1x mencit 20 g                    = 0,0026 x ( 37,5 mg – 66,6667 mg )
= 0,0975 mg – 0,1733 mg
Dosis tengah                                 =  
= 0,13542 mg
Konsentrasi larutan Natrium / Kalium Diklofenak
Berat badan mencit minimal 20g, maksimal 40 g
                  D                  BB       =          Vp                C
          =        0,5                C
                              C                     =          0,2708 mg/ml
Berat badan mencit  maksimal 40 g

                  D                  BB       =          Vp                C
          =        0,5                C
                              C                     =          0,5417mg/ml

Range konsentrasi = 0,29792 mg/ml – 0,54168 mg/ml
Konsentrasi yang dipakai 0,5 mg/ml
Perhitungan bahan :
1.      Na / K Diklofenak  tab @ 50 mg =  
      = 0,5 tablet
2.      CMC Na                                       = 0,5 % x 50 ml =  0,25 g
3.      Aquadest  ad                                 = 50 ml

·         Larutan stok Karagenin 1% 50 ml
Perhitungan bahan :
Karagenin  1000  10mg/ml
Dibuat 50 ml 50  10 500 mg
Ditambah Aquadest ad 50 ml

Berat badan mencit kelompok I:
1.      Mencit I  ( Dexamethason )          : 30,30 g
2.      Mencit II ( Natrium Diklofenak )  : 27,01 g
3.      Mencit III ( kontrol negatif )        : 29,87 g
4.      Mencit IV ( Kalium Dikofenak )  : 28,84 g
5.      Mencit V ( Metilprednisolon )      : 29,77 g
VOLUME PEMBERIAN
                        1. Mencit I ( Dexamethason )
D                  BB       =          Vp                C
            =        Vp       0,02mg/ml
                              Vp                   =          0,4620 mg/ml
                                                      =          0,5 ml
2. Mencit II ( Natrium Diklofenak )
D                  BB       =          Vp                C
          =        Vp       0,5mg/ml
                              Vp                   =          0,3779 mg/ml
                                                      =          0,4 ml
3. Mencit III ( CMC Na 0,5 % )
Vp = 0,5 ml

4.      Mencit IV ( Kalium Diklofenak )
D                  BB       =          Vp                C
          =        Vp       0,5mg/ml
                              Vp                   =          0,3905 mg/ml
                                                      =          0,4 ml

5.      Mencit V ( Methyl Prednisolon )
D                  BB       =          Vp                C
         =        Vp       0,3mg/ml
                              Vp                   =          0,3902 mg/ml
                                                      =          0,4 ml

TABEL DAYA ANTI INFLAMASI DEXAMETHASON, NATRIUM    DIKLOFENAK, METILPREDNISOLON, KALIUM DIKLOFENAK.

GRAFIK PROSENTASE DAYA ANTIINFLAMASI
Perhitungan:
% Radang  =     

PERHITUNGAN
·         Perhitungan Persentase Radang Dexametason
% Radang karagenin  =           = 56%  

% Radang 15 menit   =            = 24%  

% Radang 30 menit   =            = 12%  

% Radang 45 menit   =            = 0%    


·         Perhitungan Persentase Radang Na. Diklofenak
% Radang karagenin  =           = 14%
% Radang 15 menit   =            = 30%  

% Radang 30 menit   =            = 21%  

% Radang 45 menit   =            = 4%    

·         Perhitungan Persentase Radang Na. CMC
% Radang karagenin  =           = 62%

% Radang 15 menit   =            = 25%

% Radang 30 menit   =            = 20%  

% Radang 45 menit   =            = 16%  

·         Perhitungan Persentase Radang Ka. Diklofenak
% Radang karagenin  =           = 41%  

% Radang 15 menit  =             = 29%

% Radang 30 menit  =             = 21%  

% Radang 45 menit  =             = 0%    

·         Perhitungan Persentase Radang Methyl Prednisolon
% Radang karagenin  =           = 16%  

% Radang 15 menit  =             = 8%

% Radang 30 menit  =             = 0%    

% Radang 45 menit  =             = 0%    


GRAFIK PROSENTASE RADANG:


VI.            PEMBAHASAN
Radang atau inflamasi adalah suatu respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau iritasi. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut. Produksi prostaglandin akan meningkat saat terjadi kerusakan pada sel. Dari membran sel terluar, fosfolipid bilayer, yang mengalami kerusakan, enzim fosfolipase akan menghasilkan asam arakidonat. Dan kemudian akan menstimulasi enzim siklooksigenase dan lippooksigenase, yang mengakibatkan mediator nyeri ( prostaglandin ) memberikan reaksi inflamasi.
Untuk pengobatan inflamasi ada dua golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan non steroid (AINS). Golongan obat steroid bekerja dengan menghambat sintesis enzim fosfolipase sehingga asam arakidonat tidak terhambat. Sedangkan golongan obat AINS bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin (PG) melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Pada pasien yang telah mengalami bengkak/udem sebaiknya diberikan obat golongan AINS, sedangkan pasien yang belum mengalami udem diberi obat antiinflamasi golongan steroid untuk mencegah pembengkakan.
Indikator inflamasi atau peradangan ada beberapa yaitu:
1.  Panas, hal ini terjadi karena tubuh memberikan sinyal ketika terjadi gangguan di dalamnya.
2.  Merah, karena pembuluh darah kapiler terisi oleh banyak eritrosit.
3.  Bengkak, terjadi karena adanya desakan akibat proses inflamasi.
4.  Nyeri, daerah yang mengalami inflamasi akan terasa nyeri bila ada sentuhan dari luar.
5.  Gangguan fungsi, ketika inflamasi telah terjadi semakin hebat maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang berimbas pada gangguan fungsi tubuh.
Digunakan larutan Karagenin 1% sebanyak 0,03 ml sebagai induksi untuk memunculkan inflamasi pada mencit. Karena mekanisme kerja Karagenin yang menekan fungsi sel – sel yang mengakibatkan nekrosis jaringan. Nekrosis jaringan inilah mengakibatkan proses inflamasi terjadi.
Untuk percobaan kali ini, Ada 4 jenis obat yang digunakan yaitu Dexametason, Metilprednisolon, Natrium diklofenak dan Kalium diklofenak. Yang terbagi menjadi 2 golongan, kortikosteroid ( Dexametason, Metilprednisolon ) dan non steroid ( Natrium diklofenak, Kalium diklofenak). Cara pengamatan menggunakan prinsip inflamasi kaki mencit jantan yang terjadi setelah diinjeksi secara intrapalantar menggunakan larutan Karagenin 1% sebanyak 0,03 ml.
Pertama disediakan 5 ekor mencit yang sudah di ukur berat badannya. Kemudian di puasakan terlebih dahulu selama 8 jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi variasi biologis yang mungkin dapat terjadi sehingga efek obat yang diinginkan dapat cepat diamati. Sebelum di induksi karagenin kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong terlebih dahulu. Selanjutnya mencit di induksi dengan karagenin 1% sebanyak 0,03ml pada kaki kirinya hingga kelihatan membengkak. Kemudian diukur pembengkakan tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Tujuan dilakukannya pengukuran awal ini adalah agar nantinya dapat diketahui seberapa besar efek obat – obat anti inflamasi tersebut dalam mengurangi bengkak / peradangan pada kaki mencit yang telah diinduksi. Setelah pengukuran awal tadi, mencit kemudian diberi minum obat. Mencit pertama dijadikan sebagai kontrol, tanpa diberikan larutan obat sama sekali. Mencit kedua dengan berat 30,30 gram diberikan obat deksametason sebanyak 0,46 ml, mencit ketiga dengan berat 27,91 gram diberikan obat natrium diklofenak sebanyak 0,37 ml, mencit ke empat dengan berat 29,77 gram diberikan obat metil prednisolon sebanyak 0,39 ml, dan yang terakhir mencit ke lima dengan berat 28,84 gram diberikan obat kalium diklofenak sebanyak 0,39 ml. Pemberian obat – obat tersebut dilakukan secara per oral dengan menggunakan sonde. Mencit yang telah diberikan obat kemudian dibiarkan. 30 menit kemudian, pengukuran pada kaki mencit kembali dilakukan. Begitu pula pada menit ke 15, 30 dan 45(setelah disuntikkan karagenin).
Dari hasil pengamatan di peroleh bahwa obat yang paling cepat berefek sebagai antiinflamasi adalah deksametason, sedangkan pada Na CMC 0,05 % b/v memperlihatkan penurunan volume udem yang kecil, hal ini di sebabkan karena Na CMC 0,05% b/v bukan merupakan obat, melainkan hanya sebagai kontrol negatif. Hasil dari Na CMC 0,05% juga tidak berbeda jauh dengan hasil dari natrium dan kalium diklofenak. Oleh karena itu terbukti bahwa kerja obat kortikosteroid dalam menurunkan volume udem lebih baik dibandingkan dengan golongan NSID. Hal ini sesuai literatur bahwa golongan kortikosteroid akan memberikan efek yang lebih baik daripada golongan non steroid hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja masing – masing obat. Golongan steroid bekerja menghambat asam arakidonat, dimana asam arakidonat adalah substrat untuk enzim siklooksigenase ( COX ) dan lipooksigenase ( LIPPOX ). Sehingga ketika sintesis asam arakidonat terganggu, tidak terjadi pembentukan COX dan LIPPOX. Dan akibatnya reaksi inflamasi terhenti. Deksametason dan Metilprednisolon merupakan golongan kortikosteroid. Deksametason yang adalah steroid murni memberikan daya antiinflamasi yang lebih besar dari Metilprednisolon. Deksametason murni berfungsi glukokortikoid sehingga langsung memberikan efek. Sedangkan Metilprednisolon mempunyai 2 fungsi, glukokortikoid dan mineral kortikoid.  Metilprednisolon ini disebut prodrug, yaitu harus dipecah dahulu sebelum memberikan efek, sehingga efek terjadi lebih lambat. Mekanisme pada golongan non steroid ialah dengan menghambat siklooksigenase. Asam arakidonat tetap terbentuk, yang menghasilkan COX dan LIPPOX. Namun COX kemudian dihambat sintesisnya oleh obat anti inflamasi golongan non steroid. Natrium Diklofenak dan Kalium Diklofenak adalah obat golongan non steroid. Antara Natrium Diklofenak dan Kalium Diklofenak, penyerapan lebih mudah terjadi pada kalium, sehingga Kalium Diklofenak memberikan efek lebih besar daripada Natrium Diklofenak. Sehingga urutan mulai dari daya anti inflamasi terbesar hingga terkecil adalah Deksametason, Kalium Diklofenak, Natrium Diklofenak dan kemudian Methyl Prednisolon.    
Kesalahan – kesalahan dalam praktikum antara lain :
1.     Kesalahan dalam membaca skala yang dilakukan oleh praktikan.
2.    Pemberian volume obat yang tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya (obat dimuntahkan mencit)
3.     Kurang mahir dalam melakukan praktikum.
VII.            KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa obat yang paling cepat berefek sebagai antiinflamasi yaitu deksametason, kalium diklofenak, natrium diklofenak dan yang terakhir methyl prednisolon.





















VIII.            DAFTAR PUSTAKA
Abrams, 2005. Respon tubuh terhadap cedera. EGC : Jakarta.
Chan, E dan Daly J. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. EGC : Jakarta.
Lumbanraja, L. B. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvenis L.) terhadap Radang pada Tikus.
Lutfianto, I. (2009). Mekanisme pada Injury Jaringan Inflamasi. 
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Mycek,j mary, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika, Jakarta.
Price, S. A dan Wilson. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. EGC : Jakarta..
Rukmono, 2000, Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
Tjay, T.H. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Tjay. T. H dan Raharja. K. 2007. Obat-Obat Penting. Gramedia : Jakarta.