blog baru saya
Senin, 18 Desember 2017
Jumat, 01 Desember 2017
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI ANTIINFLAMASI AKADEMI THERESIANA SEMARANG
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI
Mengetahui Daya Anti Inflamasi Obat Dexametason,
Natrium Dikolfenak, Metilprednisolon, dan Kalium Diklofenak Secara Peroral Pada
Hewan Uji Mencit Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Lar. Karagenin 1% Secara Intrapalantar
Di susun oleh :
1. Sifa Hana Malinda Nim
: 16.0614
2. Wilis Rakhmadhanti Nim
: 16.0625
3. Elly Suci Azizah Nim : 16.0634
4. Sumiyati Nim : 16.0642
5. Nuning Setyarini Nim : 16.0650
Tanggal Praktikum : 28 September 2017
Hari : Jumat
Dosen Pembimbing : Fef Rukminingsih,
M.Sc., Apt
Paulina
Maya Octasari, M.Sc.,Apt
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2017
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2017
I.
TUJUAN
1. Mahasiswa
mampu memberi perlakuan terhadap hewan uji mencit jantan baik itu sebelum
maupun sesudah praktikum.
2. Mahasiswa
mampu menghitung larutan stock dan volume pemberian baik itu larutan kontrol
negative, larutan karagenin 1%, dan obat antiinflamasi( dexametaason, natrium
diklofenak, metilprednisolon, kalium diklofenak) pada hewan uji mencit jantan.
3. Mahasiswa
mampu mengetahui mekanisme larutan karagenin 1% dalam menimbulkan inflamasi.
4. Mahasiswa
mampu mengetahui efek yang ditimbulkan dari obat-obat antiinflamasi (dexametason,
natrium diklofenak, metilprednisolon, kalium diklofenak) pada hewan uji mencit
jantan galur swiss.
5. Mahasiswa
dapat menghitung prosentase daya antiinflamasi dari masing-masing obat (dexamethason,
natrium diklofenak, metilprednisolon, kalum diklofenak).
II.
DASAR
TEORI
Inflamasi merupakan suatu respon
protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat
kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk
mengaktivasi tubuh atau . Organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan,
dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses
peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan
oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon
imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi
pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan
progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan
untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan
migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses peradangan
dan meliputi amin, seperti histamin dan 5- hidroksitritamin , lipid seperti
prostagladin, peptida kecil, seperti bradikinin dan peptida besar seperti
interleukin. Penemuan yang luas diantaranya mediator kimiawi telah menerangkan
paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat mempengaruhi kerja
mediator utama yang penting untuk satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada
proses inflamasi yang penting pada satu tipe inflamasi yang melibatkan mediator
target obat (Mycek, M.J.,2001).
Penyebab-penyebab peradangan banyak dan
bervariasi, dan penting untuk memahami bahwa peradangan dan infeksi tidak
sinonim dengan demikian infeksi (adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan)
hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. Peradangan dapat terjadi dengan
mudah dalam keadaan yang benar-benar steril. Karena banyaknya keadaan yang
mengakibatkan peradangan (Price dan Wilson, 2005).
Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan
jalan menghambat sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin.
Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek, 2001 ) :
Asam arakidonat
, suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama prostaglandin dan senyawa
yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel,
terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas
dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan
asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan
rangsangan lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat
1. Jalan
siklo-oksigenase
Semua
eikosanoid berstruktur cincin sehingga prostaglandin, tromboksan, dan
prostasiklin disintesis melalui jalan siklo – oksigenase. Telah diketahui dua
siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat ada dimana – mana dan
pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan
inflamasi.
. 2. Jalan
lipoksigenase
Jalan lain,
beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk
HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil
yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau menjadi
leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan.
Gambaran makroskopik peradangan sudah
diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang
sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan
disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga
saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor
(panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda
pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa
(perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan
hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi
peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut
(Abrams, 2005).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan
dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang
meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke
permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal
(Rukmono, 2000).
Terjadinya inflamasi adalah reaksi
setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera. Setiap ada
cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan
menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yangdidahului
dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang
lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke
pinggir. Makin lambat aliran darah , maka sel darah putih akan menempel pada pembuluh
darah akan semakin banyak.Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit,vasodilatasi,
meningkatakan permeabilitas kapiler, sebagai penyebab radang prostaglanding
berpetensi kuat setelah bergabung kuat dengan mediator lainnya. . (Lumbanraja,
2009).
Obat
antiinflamasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu :
a) Glukokortikoid
(golongan steroidal) yaitu antiinflamasi steroid.
Anti
inflamasi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi
leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. Contohnya golongan
predinison.
b) NSAIDs
(Non Steroid Anti Inflamasi Drugs ) juga dikenal dengan AINS (Anti Inflamasi
Non Steroid).
NSAIDs
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak lipoksigenase.(Tjay
dan Raharja, 2007).
Obat ini efektif untuk peradangan lain
akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah
pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk
mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup
tinggi. Selanjutnya, NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih
serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs
juga berguna untuk myeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan
untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relative sedikit, yakni
ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (T.H. Tjay dan K.
Rahardja, 2002).
Obat kortikosteroid anti-inflamasi,
seperti kortisol dan prednisone menghambat pengaktifan fosfolipase A2 dengan
menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin
menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat
steroid juga mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih
sedikit. Keadaan ini mengurangi komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit.
Oleh karena itu, pasien yang menggunakan steroid dalam jangka panjang
lebih rentang terkena infeksi (Chang dan Daly, 2009).
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat :
1.
Jangka Sorong
2.
Spuit inj 1 ml
3.
Spuit tanpa jarum
4.
Jarum oral
5.
Bekerglass
6.
Timbangan analitik digital
7.Aquarium
Bahan :
1. Larutan CMC Na. 0,5%
2. Larutan Karagenin 1%
3. Larutan Deksametason dalam CMC Na. 0,5%
4. Larutan Natriun diklofenak dalam CMC Na.
0,5%
5. Larutan Metilprednisolon dalam CMC Na.
0,5%
6. Larutan Kalium diklofenak dalam CMC Na.
0,5%
7. Hewan uji mencit jantan galur swiss yang
sudah dipuasakan.
IV.
CARA
KERJA
A.
Pembuatan Larutan Kontrol Negatif CMC Na
Ditimbang CMC Na dimasukkan ke dalam mortir.
Dimasukkan kedalam labu takar ad-kan dengan aquadest
sampai batas.
B.
Pembuatan Larutan Stock Deksametason,
Na. Diklofenak, Metilprednisolon, K. Diklofenak
Hasilnya dimasukkan bekerglass sampai 50 ml.
C.
Pemberian Perlakuan Pada Hewan Uji
Mencit Jantan.
Diukur diameter kaki kiri mencit dengan menggunakan jangka sorong, dan dicatat
berapa besar diameter kaki tersebut.
Diberikan segera masing-masing mencit dengan larutan
obat:
a.
Mencit I (kontrol) : disuntik dengan CMC
Na 0,5% secara peroral.
b.
Mencit II :
pemberian dengan Dexamethason secara peroral.
c.
Mencit III : pemberian dengan Na.
Diklofenak secara peroral.
d.
Mencit IV : pemberian dengan Metillprednisolon
secara peroral.
e.
Mencit
V : pemberian dengan K. Diklofenak secara peroral.
Ditentukan % daya antiinflamasi.
V.
HASIL
DAN PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
DOSIS
·
Dexamethason : 0,75 mg – 9 mg sehari
dalam dosis terbagi setiap 6 – 12 jam ( DIH ed 18 hal 482 )
Dosis
1x manusia 70 kg = 0,1875 mg –4,5
mg
Dosis
1x mencit 20 g = 0,0026 x ( 0,1875mg – 4,5 mg )
= 0,00049 mg – 0,0117 mg
Dosis
tengah =
=
0,0061 mg
Konsentrasi
larutan Dexamethason
Berat
badan mencit minimal 20 g
D
BB = Vp
C
C = 0,0122 mg/ml
Berat
badan mencit maximal 40 g
D
BB = Vp
C
C = 0,0244 mg/ml
Range konsentrasi = 0,0122mg/ml
– 0,0244 mg/ml
Konsentrasi
yang dipakai 0,02 mg/ml
Perhitungan
bahan :
1. Dexamethason
tab @ 0,5mg = ( 0,02mg/ml x 50 ml ) : 0,5mg
=
2 tablet
2.
CMC Na = 0,5 % x 50 ml = 0,25 g
3.
Aquadest
ad = 50 ml
·
Metilprednisolon : 2 – 60 mg/hari, 1-4 x
sehari ( DIH edisi 18, hal 1112 )
Dosis
1x manusia 70 kg = 0,5 mg -
60 mg
Dosis 1x mencit 20 g = 0,0026 x ( 0,5 mg – 60 mg )
= 0,0013
mg – 0,156 mg
Dosis
tengah =
=
0,07865 mg
Konsentrasi
larutan Metilprednisolon
Berat
badan mencit minimal 20 g, maksimal 40 g
D
BB = Vp
C
C = 0,1573 mg/ml
Berat
badan mencit maksimal 40 g
D
BB = Vp
C
C = 0,3146 mg/ml
Range
konsentrasi = 0,1573 mg/ml – 0,3146 mg/ml
Konsentrasi
yang dipakai 0,3 mg/ml
Perhitungan
bahan :
1.
Metilprednisolon tab @ 4 mg = ( 0,3 mg/ml x 50 ml ) : 4 mg
= 3,75
tablet
2.
CMC Na = 0,5
% x 50 ml = 0,25 g
3.
Aquadest
ad = 50 ml
·
Natrium / Kalium Diklofenak : 150 - 200
mg/hari, dalam 3 -4 kali dosis terbagi
( DIH edisi 18, hal 498 )
Dosis
1x manusia 70 kg = 37,5 mg
– 66,6667 mg
Dosis
1x mencit 20 g =
0,0026 x ( 37,5 mg – 66,6667 mg )
=
0,0975 mg – 0,1733 mg
Dosis
tengah =
=
0,13542 mg
Konsentrasi
larutan Natrium / Kalium Diklofenak
Berat
badan mencit minimal 20g, maksimal 40 g
D
BB = Vp
C
C = 0,2708 mg/ml
Berat
badan mencit maksimal 40 g
D
BB = Vp
C
C = 0,5417mg/ml
Range
konsentrasi = 0,29792 mg/ml – 0,54168 mg/ml
Konsentrasi
yang dipakai 0,5 mg/ml
Perhitungan
bahan :
1.
Na / K Diklofenak tab @ 50 mg =
=
0,5 tablet
2.
CMC Na = 0,5 % x 50 ml = 0,25 g
3.
Aquadest
ad = 50 ml
·
Larutan stok Karagenin 1% 50 ml
Perhitungan
bahan :
Karagenin
1000
10mg/ml
Dibuat
50 ml
50
10
500 mg
Ditambah
Aquadest ad 50 ml
Berat
badan mencit kelompok I:
1.
Mencit
I ( Dexamethason ) : 30,30 g
2. Mencit
II ( Natrium Diklofenak ) : 27,01 g
3. Mencit
III ( kontrol negatif ) : 29,87 g
4. Mencit
IV ( Kalium Dikofenak ) : 28,84 g
5. Mencit
V ( Metilprednisolon ) : 29,77 g
VOLUME
PEMBERIAN
1. Mencit I (
Dexamethason )
D
BB = Vp
C
Vp = 0,4620 mg/ml
= 0,5 ml
2.
Mencit II ( Natrium Diklofenak )
D
BB = Vp
C
Vp = 0,3779 mg/ml
= 0,4 ml
3. Mencit III ( CMC Na 0,5 % )
Vp
= 0,5 ml
4.
Mencit IV ( Kalium Diklofenak )
D
BB = Vp
C
Vp = 0,3905 mg/ml
= 0,4 ml
5.
Mencit V ( Methyl Prednisolon )
D
BB = Vp
C
Vp = 0,3902 mg/ml
= 0,4 ml
TABEL DAYA ANTI INFLAMASI DEXAMETHASON, NATRIUM DIKLOFENAK, METILPREDNISOLON, KALIUM
DIKLOFENAK.
GRAFIK PROSENTASE DAYA
ANTIINFLAMASI
Perhitungan:
% Radang =
PERHITUNGAN
·
Perhitungan
Persentase Radang Dexametason
% Radang karagenin
=
= 56%
% Radang 15 menit =
= 24%
% Radang 30 menit =
= 12%
% Radang 45 menit =
= 0%
·
Perhitungan
Persentase Radang Na. Diklofenak
% Radang karagenin =
= 14%
% Radang 15 menit =
= 30%
% Radang 30 menit =
= 21%
% Radang 45 menit =
= 4%
·
Perhitungan
Persentase Radang Na. CMC
% Radang karagenin
=
=
62%
% Radang 15 menit =
= 25%
% Radang 30 menit =
= 20%
% Radang 45 menit =
= 16%
·
Perhitungan
Persentase Radang Ka. Diklofenak
% Radang karagenin
=
= 41%
% Radang 15 menit
=
= 29%
% Radang 30 menit
=
= 21%
% Radang 45 menit
=
= 0%
·
Perhitungan
Persentase Radang Methyl Prednisolon
% Radang karagenin
=
= 16%
% Radang 15 menit
=
= 8%
% Radang 30 menit
=
= 0%
% Radang 45 menit
=
= 0%
GRAFIK PROSENTASE RADANG:
VI.
PEMBAHASAN
Radang atau inflamasi adalah suatu
respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau iritasi. Setiap ada cedera,
terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan
menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut. Produksi
prostaglandin akan meningkat saat terjadi kerusakan pada sel. Dari membran sel
terluar, fosfolipid bilayer, yang mengalami kerusakan, enzim fosfolipase akan
menghasilkan asam arakidonat. Dan kemudian akan menstimulasi enzim
siklooksigenase dan lippooksigenase, yang mengakibatkan mediator nyeri (
prostaglandin ) memberikan reaksi inflamasi.
Untuk pengobatan inflamasi ada dua
golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan non steroid
(AINS). Golongan obat steroid bekerja dengan menghambat sintesis enzim
fosfolipase sehingga asam arakidonat tidak terhambat. Sedangkan golongan obat
AINS bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin (PG) melalui penghambatan
enzim siklooksigenase (COX). Pada pasien yang telah mengalami bengkak/udem sebaiknya
diberikan obat golongan AINS, sedangkan pasien yang belum mengalami udem diberi
obat antiinflamasi golongan steroid untuk mencegah pembengkakan.
Indikator inflamasi
atau peradangan ada beberapa yaitu:
1. Panas, hal ini terjadi karena tubuh memberikan
sinyal ketika terjadi gangguan di dalamnya.
2. Merah, karena pembuluh darah kapiler terisi
oleh banyak eritrosit.
3. Bengkak, terjadi karena adanya desakan akibat
proses inflamasi.
4. Nyeri, daerah yang mengalami inflamasi akan
terasa nyeri bila ada sentuhan dari luar.
5. Gangguan fungsi, ketika inflamasi telah
terjadi semakin hebat maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang berimbas
pada gangguan fungsi tubuh.
Digunakan larutan
Karagenin 1% sebanyak 0,03 ml sebagai induksi untuk memunculkan inflamasi pada
mencit. Karena mekanisme kerja Karagenin yang menekan fungsi sel – sel yang
mengakibatkan nekrosis jaringan. Nekrosis jaringan inilah mengakibatkan proses
inflamasi terjadi.
Untuk percobaan kali ini, Ada 4 jenis obat yang
digunakan yaitu Dexametason, Metilprednisolon, Natrium diklofenak dan Kalium
diklofenak. Yang terbagi menjadi 2 golongan, kortikosteroid ( Dexametason,
Metilprednisolon ) dan non steroid ( Natrium diklofenak, Kalium diklofenak).
Cara pengamatan menggunakan prinsip inflamasi kaki mencit jantan yang terjadi
setelah diinjeksi secara intrapalantar menggunakan larutan Karagenin 1% sebanyak 0,03 ml.
Pertama disediakan 5 ekor mencit yang
sudah di ukur berat badannya. Kemudian di puasakan terlebih dahulu selama 8
jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi variasi biologis yang mungkin dapat
terjadi sehingga efek obat yang diinginkan dapat cepat diamati. Sebelum di
induksi karagenin kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong terlebih dahulu.
Selanjutnya mencit di induksi dengan karagenin 1% sebanyak 0,03ml pada kaki
kirinya hingga kelihatan membengkak. Kemudian diukur pembengkakan tersebut
dengan menggunakan jangka sorong. Tujuan dilakukannya pengukuran awal ini
adalah agar nantinya dapat diketahui seberapa besar efek obat – obat anti
inflamasi tersebut dalam mengurangi bengkak / peradangan pada kaki mencit yang
telah diinduksi. Setelah pengukuran awal tadi, mencit kemudian diberi minum
obat. Mencit pertama dijadikan sebagai kontrol, tanpa diberikan larutan obat
sama sekali. Mencit kedua dengan berat 30,30 gram diberikan obat deksametason
sebanyak 0,46 ml, mencit ketiga dengan berat 27,91 gram diberikan obat natrium
diklofenak sebanyak 0,37 ml, mencit ke empat dengan berat 29,77 gram diberikan
obat metil prednisolon sebanyak 0,39 ml, dan yang terakhir mencit ke lima
dengan berat 28,84 gram diberikan obat kalium diklofenak sebanyak 0,39 ml.
Pemberian obat – obat tersebut dilakukan secara per oral dengan menggunakan
sonde. Mencit yang telah diberikan obat kemudian dibiarkan. 30 menit kemudian,
pengukuran pada kaki mencit kembali dilakukan. Begitu pula pada menit ke 15, 30
dan 45(setelah disuntikkan karagenin).
Dari hasil pengamatan di peroleh bahwa
obat yang paling cepat berefek sebagai antiinflamasi adalah deksametason,
sedangkan pada Na CMC 0,05 % b/v memperlihatkan penurunan volume udem yang
kecil, hal ini di sebabkan karena Na CMC 0,05% b/v bukan merupakan obat,
melainkan hanya sebagai kontrol negatif. Hasil dari Na CMC 0,05% juga tidak
berbeda jauh dengan hasil dari natrium dan kalium diklofenak. Oleh karena itu
terbukti bahwa kerja obat kortikosteroid dalam menurunkan volume udem lebih
baik dibandingkan dengan golongan NSID. Hal ini sesuai literatur bahwa golongan
kortikosteroid akan memberikan efek yang lebih baik daripada golongan non
steroid hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja masing – masing obat. Golongan
steroid bekerja menghambat asam arakidonat, dimana asam arakidonat adalah
substrat untuk enzim siklooksigenase ( COX ) dan lipooksigenase ( LIPPOX ).
Sehingga ketika sintesis asam arakidonat terganggu, tidak terjadi pembentukan
COX dan LIPPOX. Dan akibatnya reaksi inflamasi terhenti. Deksametason dan
Metilprednisolon merupakan golongan kortikosteroid. Deksametason yang adalah
steroid murni memberikan daya antiinflamasi yang lebih besar dari
Metilprednisolon. Deksametason murni berfungsi glukokortikoid sehingga langsung
memberikan efek. Sedangkan Metilprednisolon mempunyai 2 fungsi, glukokortikoid
dan mineral kortikoid. Metilprednisolon
ini disebut prodrug, yaitu harus dipecah dahulu sebelum memberikan efek,
sehingga efek terjadi lebih lambat. Mekanisme pada golongan non steroid ialah
dengan menghambat siklooksigenase. Asam arakidonat tetap terbentuk, yang
menghasilkan COX dan LIPPOX. Namun COX kemudian dihambat sintesisnya oleh obat
anti inflamasi golongan non steroid. Natrium Diklofenak dan Kalium Diklofenak
adalah obat golongan non steroid. Antara Natrium Diklofenak dan Kalium
Diklofenak, penyerapan lebih mudah terjadi pada kalium, sehingga Kalium
Diklofenak memberikan efek lebih besar daripada Natrium Diklofenak. Sehingga
urutan mulai dari daya anti inflamasi terbesar hingga terkecil adalah
Deksametason, Kalium Diklofenak, Natrium Diklofenak dan kemudian Methyl Prednisolon.
Kesalahan – kesalahan dalam praktikum
antara lain :
1. Kesalahan
dalam membaca skala yang dilakukan oleh praktikan.
2. Pemberian
volume obat yang tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya (obat dimuntahkan
mencit)
3. Kurang
mahir dalam melakukan praktikum.
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat di
simpulkan bahwa obat yang paling cepat berefek sebagai antiinflamasi yaitu
deksametason, kalium diklofenak,
natrium diklofenak dan yang terakhir methyl prednisolon.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, 2005. Respon tubuh terhadap cedera. EGC : Jakarta.
Chan,
E dan Daly J. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.
EGC : Jakarta.
Lumbanraja,
L. B. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvenis L.) terhadap Radang pada Tikus.
Lutfianto,
I. (2009). Mekanisme pada Injury Jaringan Inflamasi.
Mitchell, R.N.
& Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Mycek,j mary,
2001. Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika, Jakarta.
Price,
S. A dan Wilson. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit. EGC : Jakarta..
Rukmono, 2000, Kumpulan kuliah patologi. Jakarta:
Bagian patologi anatomik FK UI.
Tjay, T.H. 2002. Obat-Obat
Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Tjay.
T. H dan Raharja. K. 2007. Obat-Obat Penting. Gramedia :
Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)